Bandar Lampung, Tentanglampung.com – Nining Syafni Syah, kontraktor pembangunan Gedung Rektorat Universitas Mitra Indonesia (UMiTRA), memberikan klarifikasi resmi terkait pernyataan pihak UMiTRA yang menuding dirinya menyebar hoaks, melakukan pemerasan, serta dikenai denda Rp 2,4 miliar terkait proyek pembangunan gedung tujuh lantai.
Nining membantah pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Humas dan Kerjasama UMiTRA, Agus Setiyo, pada Jumat (21/02/2025), yang menyebutkan bahwa Nining menyebarkan informasi tidak benar.
Dalam rilis persnya, Nining menyatakan bahwa permasalahan ini berakar dari perubahan sepihak spesifikasi proyek, penundaan pembayaran, serta penghentian pekerjaan tanpa itikad baik oleh UMiTRA.
Kronologi Kontrak dan Perubahan Spesifikasi
Kontrak kerja awal senilai Rp 13,35 miliar ditandatangani antara Nining dan Pimpinan UMiTRA (inisial AR) pada 28 Desember 2021. Namun, dalam pelaksanaannya, UMiTRA berulang kali mengubah spesifikasi teknis tanpa negosiasi tambahan atau kompensasi anggaran sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), di luar kontrak awal sehingga dinilai memakan waktu pengerjaan.
“Sebagai contoh, spesifikasi pintu kayu kelas 2 dalam RAB awal diubah menjadi pintu aluminium berkaca tanpa kesepakatan tambahan. Menjelang akhir proyek, UMiTRA juga meminta pekerjaan tambahan di luar kontrak awal, seperti pemasangan AC untuk lantai 2-7, pembongkaran paving blok, hingga pemasangan panggung di lantai 7. Ini jelas mengganggu jadwal penyelesaian,” tegas Nining dalam keterangannya, Sabtu (22/2/2025).
Penundaan dan Tuntutan Denda Sepihak
Nining menegaskan bahwa penundaan proyek justru disebabkan oleh lambatnya respons dari pihak UMiTRA. Salah satu contohnya, pimpinan UMiTRA baru menginstruksikan pembuatan penawaran pemasangan AC pada 16 November 2022, padahal kontrak berakhir pada 28 Desember 2022. Namun, UMiTRA tetap menuntut denda keterlambatan sebesar Rp 4,67 miliar.
“Siapa sebenarnya yang memeras? Saya punya bukti dokumen pekerjaan tambahan yang mereka instruksikan, tetapi ketika saya mengajukan addendum, UMiTRA menolak membayar. Ini jelas bentuk pemaksaan yang menguntungkan sepihak,” lanjut Nining. Ia juga menyebut saksi dari internal UMiTRA siap membuktikan klaimnya.
Upaya Hukum dan Mediasi yang Gagal
Kantor Hukum Novianti, S.H., selaku kuasa hukum Nining, telah mengirimkan somasi pada 6 dan 30 Januari 2025 terkait penyelesaian pembayaran pekerjaan tambahan yang telah diselesaikan.
Saat mediasi pada 13 Januari 2025, pihak UMiTRA tidak pernah menanyakan kelengkapan dokumen kepada Nining dan hanya memaparkan rincian versi mereka sendiri. Meski demikian, sempat ada kesepakatan untuk melakukan inventarisasi pekerjaan tambahan yang langsung diinstruksikan oleh AR melalui kuasa hukumnya, TH, keesokan harinya.
Namun, proses dokumentasi pekerjaan tambahan dihambat oleh petugas keamanan UMiTRA, yang bersikap arogan terhadap Nining dan timnya. Meski demikian, dokumentasi tetap dapat dilakukan pada 14 Februari 2025.
“AR melalui kuasa hukumnya, TH, mengatakan akan menyelesaikan kewajiban pembayaran. Saya memiliki dokumen dan bukti dokumentasi terkait hal ini. Namun, hingga kini, UMiTRA belum menandatangani Berita Acara Serah Terima untuk kontrak awal maupun pekerjaan tambahan, meskipun proyek telah rampung 1,5 tahun lalu. Saya merasa sangat dibohongi oleh AR,” papar Nining.

Aksi Damai dan Langkah Hukum Lanjutan
Sebagai bentuk protes, pada 19 Februari 2025, Nining menggelar aksi damai didukung oleh organisasi masyarakat PEKAT Indonesia Bersatu. Ia meminta UMiTRA segera menyelesaikan kewajiban pembayaran atas pekerjaan tambahan yang telah diselesaikan di luar kontrak awal.
“Saya telah memenuhi semua kewajiban kontrak kerja awal dan pekerjaan tambahan. Semua tuntutan saya didukung bukti dokumen, fisik, saksi, dan somasi resmi. Saya hanya meminta keadilan, hak, dan kewajiban masing-masing harus dipenuhi secara seimbang,” tegasnya.
Nining bersama kuasa hukumnya kini tengah menyiapkan gugatan perdata untuk menuntut pelunasan pembayaran, sita objek pekerjaan, serta kemungkinan pelaporan pidana terkait sengketa ini, termasuk jika tuduhan hoaks dan pencemaran nama baik terus dilontarkan terhadapnya.
Ia pun menekankan pentingnya penyelesaian permasalahan berdasarkan fakta. “Saya meminta UMiTRA bertanggung jawab memenuhi kewajibannya dengan itikad baik. Keadilan harus ditegakkan untuk semua pihak,” tutupnya.(Red)