Bandar Lampung, Tentanglampung.com – Kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang melibatkan seorang guru honorer di Lampung Selatan masih terus bergulir. Terbaru, terlapor berinisial YG (27) menjalani tes DNA di RS Bhayangkara untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Kuasa hukum YG, (27) Lauratia Sirait, menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika pelapor, N (11), siswi kelas 5 SD di Merbau Mataram, Lampung Selatan, mengaku mengalami tindakan pencabulan yang diduga dilakukan oleh YG (27). Orang tua korban kemudian melaporkan dugaan tersebut ke Polsek setempat.
Kronologi Dugaan Kasus
Dugaan pencabulan disebut terjadi dalam tiga kesempatan di bulan Januari 2025:
- Dugaan pertama awal Januari 2025, ini merupakan hari pertama YG (27) mengajar di sekolah tersebut, dan belum bertemu pelapor.
- Dugaan kedua pertengahan Januari 2025, saat itu Korban dititipkan kepada wali kelas setelah pulang sekolah dan tidak bertemu dengan YG (27), terdapat bukti chat antara orangtua N (11) dan wali kelas.
- Dugaan ketiga akhir Januari 2025, saat itu Korban diantar pulang oleh YG (27) setelah kegiatan pramuka yang berlangsung hingga sore hari. Saat itu, korban belum dijemput orang tuanya dan ditawari tumpangan oleh YG (27) karena searah jalan pulang ke Rumah. Peristiwa ini disaksikan oleh guru, murid lain, serta penjaga sekolah.
“Berdasarkan keterangannya korban, semua kejadian dugaan pencabulan terjadi setelah pulang sekolah, saya dapat memastikan bahwa tindak pidana di sekolah tidak mungkin terjadi setelah jam pulang, semua kelas langsung dikunci dan hanya penjaga sekolah yang memegang kuncinya,” ujar Lauratia, Senin (24/3/2025).
Proses Penangkapan Dipertanyakan
Lauratia juga menyoroti prosedur penangkapan YG (27) yang dinilai janggal. YG (27) dijemput polisi pada 14 Februari 2025 di tempat ibadah setelah salat Jumat tanpa pemanggilan sebelumnya.
Selain itu, surat perintah penangkapan disebut diterbitkan pada hari yang sama dengan laporan masuk. Hal ini memunculkan pertanyaan terkait prosedur hukum yang diterapkan dalam kasus ini.
“Penangkapan seharusnya dilakukan berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah. Namun, klien kami dijemput tanpa adanya hasil visum sebagai salah satu bukti, bahkan yang membuat kami kecewa Polisi menyebut bahwa klien kami sudah 80% tersangka, padahal alat bukti tidak ada, namun klien kami dampingi dan saat itu langsung diperbolehkan pulang,” tegasnya.
Saksi dan Bukti yang Menguatkan Pembelaan
Pihak kuasa hukum menyebut bahwa dalam rentang waktu yang dituduhkan, mereka memiliki delapan saksi yang dapat membuktikan bahwa tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh YG (27).
“Kami memiliki saksi yang dapat membuktikan bahwa tuduhan ini tidak berdasar. Klien kami tidak mungkin melakukan perbuatan itu karena ada prosedur ketat di sekolah, termasuk penguncian kelas dan gerbang sekolah setelah jam pulang,” jelas Laura sapaan akrabnya.
Kerugian Sosial dan Upaya Hukum
Kasus ini berdampak besar pada YG (27) dan keluarganya. Saat ini, YG (27) masih belum bisa kembali mengajar sebagai guru honorer akibat sanksi pembekuan dari pihak sekolah.
Meskipun merasa dirugikan, pihak YG (27) belum mengambil langkah hukum untuk melaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik.
“Kami masih menunggu kasus ini berjalan dengan terang. Kami tidak ingin tergesa-gesa melakukan langkah hukum tanpa dasar yang cukup, karena setiap laporan pasti ada dampaknya,” tambah Laura.
Tes DNA dan Proses Penyidikan
Untuk memperjelas kasus ini, baik YG (27) maupun korban telah menjalani tes DNA di RS Bhayangkara. Tes tersebut meliputi sampel darah dan pemeriksaan DNA dari cairan pria. Pihak kuasa hukum berharap hasil tes ini bisa menjadi alat bukti yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalam kasus ini.
Sementara itu, penyidikan masih terus berjalan, dan kuasa hukum YG (27) berharap proses hukum dilakukan secara objektif dan transparan.
“Kami percaya pada sistem hukum yang adil dan akan terus membela klien kami dengan bukti yang ada,” pungkas Laura.(Red)