Pesawaran, Tentanglampung.com – Tim Kuasa Hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Pesawaran Nomor Urut 1, Supriyanto, S.P., M.M. dan Suriansyah Rhalieb, S.Pt., resmi mengajukan gugatan sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Pesawaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini dilayangkan sebagai bentuk protes terhadap hasil PSU yang digelar pada 24 Mei 2025, yang menetapkan kemenangan pasangan calon Nomor Urut 2, Hj. Nanda Indira B., S.E., M.M. dan Antonius M. Ali, S.H.
Dalam permohonan sengketa yang diajukan, Tim Hukum meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Pesawaran Nomor 625 Tahun 2025, serta mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2 dari kontestasi. Mereka juga meminta agar MK menetapkan pasangan Supriyanto–Suriansyah sebagai pemenang PSU berdasarkan hasil Pilkada sebelumnya yang dianggap lebih bersih dan adil.
Tiga Pelanggaran TSM yang Dituduhkan
Tim Hukum menyampaikan dugaan kuat terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama pelaksanaan PSU, yang meliputi:
1. Penyalahgunaan Fasilitas Negara
Paslon nomor urut 2 diduga memanfaatkan program dan bantuan pemerintah, seperti distribusi alat pertanian (alsintan) serta dana reses anggota legislatif, untuk kegiatan kampanye terselubung.
2. Ketidaknetralan ASN
Ditemukan indikasi kuat bahwa sejumlah ASN, perangkat desa, dan tokoh struktural pemerintah terlibat dalam penggalangan dukungan terhadap paslon nomor 2, melanggar asas netralitas birokrasi.
3. Politik Uang (Money Politics)
Tim Hukum menemukan praktik pembagian uang tunai sebesar Rp50.000 per orang secara masif di berbagai wilayah, dilakukan menjelang hari pemungutan suara.
Ketiga dugaan pelanggaran tersebut dinilai memenuhi kriteria pelanggaran TSM, karena melibatkan struktur kekuasaan, dilakukan secara sistematis, dan terjadi dalam skala besar.
Penurunan Suara dan Kejanggalan Hasil
Menurut data yang dihimpun Tim Hukum, suara pasangan Supriyanto–Suriansyah turun drastis hingga 34% dibandingkan dengan hasil pemilihan sebelumnya. Sebaliknya, paslon nomor 2 justru mengalami lonjakan suara sekitar 30%. Perubahan tajam ini dipandang sebagai indikasi kuat adanya pelanggaran serius yang memengaruhi hasil pemilu secara tidak sah.
“Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi, menghalalkan kecurangan, dan mendorong jual beli suara dalam pemilu-pemilu berikutnya,” ujar Koordinator Tim Hukum, Anton Heri, Selasa (3/6/2025).
Seruan Mengawal Proses Hukum
Tim Hukum menyatakan keyakinannya bahwa Mahkamah Konstitusi akan bersikap tegas dalam menjaga marwah konstitusi dan demokrasi. Mereka menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, media, dan pegiat demokrasi untuk turut mengawasi jalannya proses hukum ini demi menegakkan keadilan dan memastikan bahwa suara rakyat benar-benar dihormati.(Red)