Bandar Lampung, Tentanglampung.com – Hearing antara perwakilan petani singkong dari tujuh kabupaten di Lampung dengan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Lampung berlangsung ricuh. Kericuhan ini dipicu oleh perbedaan pendapat antara kedua belah pihak, khususnya terkait kebijakan dan pelaksanaan regulasi harga singkong yang dianggap belum memenuhi keadilan bagi petani.
Dasrul Aswin, perwakilan petani singkong, meminta pertanggungjawaban Pj. Gubernur Lampung, Samsudin, terkait kebijakan yang dinilai tidak efektif. Ia menyoroti surat keputusan bersama (SKB) yang menurutnya tidak memiliki kekuatan hukum sehingga tidak berdampak signifikan bagi para petani.
“Surat itu tidak punya kekuatan hukum. Saya minta ada surat gubernur yang jelas dan tegas, dengan sanksi bagi perusahaan pengepul yang melanggar. Kalau perlu, saya siap buatkan konsepnya. Lampung ini bapaknya gubernur, mereka yang memutuskan, tapi masalahnya justru berputar-putar,” tegas Dasrul dengan nada kecewa.
Kericuhan memuncak saat pembahasan mengenai pelaksanaan SKB yang tidak dijalankan di lapangan. Puncaknya terjadi saat Anggota Pansus Tata Niaga Singkong, Budhi Chondrowati, mengeluarkan pendapatnya, namun terjadi kesalahpahaman hingga masa perwakilan petani singkong meminta Budhi keluar dari hearing.
“Tadi kan muter-muter, tidak ada hasil. Mau SKB dikeluarkan beberapa kali, tapi percuma kalau tidak ada payung hukum, saya di sini perjuangkan hak petani,” jelas Budhi, yang juga merupakan kader PDI Perjuangan.
Budhi yang juga merupakan anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), menegaskan bahwa pihaknya sedang berupaya mencari solusi terbaik. Ia menekankan pentingnya pembentukan payung hukum yang kuat untuk melindungi petani singkong.
“Saya ini juga petani, jadi saya tahu betul apa yang mereka rasakan. Saya paham mereka ingin solusi cepat, tapi ini tidak semudah itu. Kalau ini sifatnya darurat, saya bersama DPRD dan Gubernur akan memperjuangkan ini secepatnya. Tanpa payung hukum, semua keputusan akan percuma,” ujar Budhi.(Red)












