Bandar Lampung, Tentanglampung.com – Pemerintah pusat akan mengimplementasikan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mulai tahun 2025 dengan potensi penerimaan mencapai Rp3,8 triliun. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan konsumsi gula berlebihan yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus diabetes dan gagal ginjal di Indonesia.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Sosial dan Kebijakan Publik (PUSSbik), Ariyanto Yusuf, menyebutkan bahwa cukai MBDK direncanakan sebesar 2,5% dari harga jual dan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara. Namun, ia menyoroti pentingnya mekanisme distribusi dana agar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Karena ini adalah cukai, bukan pajak, maka perlu ada mekanisme earmarking yang jelas. Berapa persen dari penerimaan cukai ini akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk program kesehatan?” kata Ariyanto.
Ia juga menegaskan bahwa cukai ini bukan sekadar instrumen fiskal, tetapi juga strategi pengendalian konsumsi produk berpemanis yang dinilai semakin membahayakan kesehatan masyarakat.

YLKI: Generasi Muda Terancam Penyakit Kronis
Sementara itu, Rully Prayoga dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperingatkan bahwa tanpa pengendalian, Indonesia berisiko menghadapi generasi dengan kondisi kesehatan yang lebih buruk dalam 20 tahun ke depan.
“Jika konsumsi minuman berpemanis terus meningkat, maka Indonesia Emas yang dicita-citakan Prabowo akan dihadapkan pada generasi yang lebih rentan terhadap penyakit kronis. Ini harus dicegah sejak sekarang,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa BPJS Kesehatan tidak lagi menanggung semua jenis penyakit, terutama yang disebabkan oleh konsumsi MBDK dan pola hidup tidak sehat.
“Yang paling mengkhawatirkan adalah masyarakat berpenghasilan rendah. Banyak minuman berpemanis buatan dijual dengan harga di bawah Rp5.000, dan itu sangat berbahaya karena mengandung pemanis buatan hingga potasium dalam kadar tinggi. Jika mereka sakit dan BPJS tidak mengklaim, bagaimana mereka bisa membayar biaya pengobatan?” tegas Rully.
Masyarakat diharapkan lebih sadar terhadap dampak konsumsi gula berlebih, sementara pemerintah juga perlu memastikan alokasi dana bagi hasil agar kebijakan ini memberikan manfaat nyata bagi kesehatan publik.(Red)












